HIMPSI dampingi pelajar dan guru di 31 sekolah di Poso

oleh -57 Dilihat
oleh

HIMPSI dampingi pelajar dan guru di 31 sekolah di Poso

HIMPSI dan Kemendikdasmen Gelar Program Dukungan Psikososial untuk Siswa dan Guru Poso Pascagempa

Mediaex Poso Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) bekerja sama dengan Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikdasmen) meluncurkan Program Dukungan Psikososial bagi penyintas gempa bumi yang melanda Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada Agustus 2025. Program ini merupakan bagian dari upaya pemulihan mental dan sosial masyarakat pascabencana, terutama anak-anak usia sekolah dan guru sebagai garda terdepan pendidikan.

Tahap Awal: Asesmen Guru Sebagai Fondasi Intervensi

Ketua Umum HIMPSI, Dr. Andik Matulessy, M.Si., Psikolog, menjelaskan bahwa tahap awal program difokuskan pada asesmen dan pemetaan kondisi psikologis guru di wilayah terdampak. Kegiatan ini berlangsung pada 19–21 November 2025 di Aula Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sulawesi Tengah.

“Tahap awal, HIMPSI melakukan asesmen dan pemetaan kondisi psikologis para guru sebelum pendampingan berlanjut kepada peserta didik,” ujar Andik saat pembukaan program. Ia menambahkan, guru merupakan figur kunci dalam mendukung kesiapan psikologis siswa menghadapi trauma pascabencana.

Menurut hasil asesmen awal, sekitar 300 siswa SD dan 100 siswa SMP menunjukkan tanda ketegangan dan ketakutan pascabencana. Temuan ini menjadi dasar perlunya intervensi psikososial secara menyeluruh, yang tidak hanya menyasar anak-anak, tetapi juga para guru sebagai penyintas sekaligus pengelola lingkungan belajar.

Intervensi Trauma Healing dari PAUD hingga SMP

Program Dukungan Psikososial berlangsung dari 19 hingga 26 November 2025, menyasar siswa dan guru dari sekolah-sekolah terdampak di Kabupaten Poso. Intervensi dilakukan mulai dari jenjang PAUD hingga SMP, melalui kegiatan trauma healing yang dirancang untuk menstabilkan kondisi emosional peserta didik dan meningkatkan kapasitas guru dalam mendampingi anak-anak.

“Anak-anak mengalami kecemasan, ketakutan, dan stres pascabencana. Jika tidak diberikan intervensi yang tepat, mereka berisiko menghadapi gangguan psikologis lanjutan. Dengan pendampingan yang sistematis, mereka dapat lebih siap menghadapi situasi serupa di masa depan,” jelas Andik.

Metode yang diterapkan mencakup kegiatan bermain kreatif, konseling kelompok, latihan pernapasan dan relaksasi, serta sesi berbagi pengalaman yang difasilitasi psikolog profesional. Pendekatan ini bertujuan agar anak-anak dapat mengekspresikan perasaan mereka secara aman dan mulai membangun rasa aman pascabencana.

Pembekalan Guru dan Pertolongan Pertama Psikologis

Selain fokus pada siswa, program ini juga memberikan pembekalan khusus kepada guru, termasuk materi tentang pertolongan pertama psikologis (psychological first aid). Dengan begitu, guru yang juga merupakan penyintas mampu mengenali gejala awal trauma pada siswa dan rekan guru, serta memberikan intervensi cepat di lingkungan sekolah.

Ketua Umum KRESNA-HIMPSI, Anrilia Ningdyah, Ph.D., Psikolog, menambahkan bahwa asesmen dilakukan di 31 sekolah yang tersebar di lebih dari 17 titik terdampak, termasuk sekolah yang paling dekat dengan pusat gempa. Menurutnya, anak-anak usia SD dan SMP cenderung paling rentan terhadap gangguan psikologis pascabencana, sehingga pendampingan profesional menjadi krusial.

“Banyak persoalan psikologis muncul pascabencana, mulai dari kecemasan, ketakutan berlebihan, gangguan tidur, hingga kehilangan motivasi belajar. Program ini dirancang untuk meminimalkan dampak jangka panjang dan mendukung pemulihan psikologis anak-anak secara bertahap,” jelas Anrilia.

Pendekatan Holistik dan Partisipasi Komunitas

HIMPSI menekankan bahwa pemulihan pascabencana harus bersifat holistik, melibatkan sekolah, keluarga, dan komunitas. Program ini tidak hanya menyediakan layanan psikososial, tetapi juga mendorong orang tua dan masyarakat sekitar untuk mendukung proses trauma healing anak-anak.

“Kerja sama antara sekolah, guru, orang tua, dan komunitas menjadi kunci keberhasilan program. Anak-anak tidak hanya belajar menghadapi trauma, tetapi juga mendapatkan dukungan emosional berkelanjutan di rumah dan lingkungan sekitar,” ujar Dr. Andik.

Dampak Jangka Panjang dan Harapan

HIMPSI berharap program ini dapat menjadi model intervensi psikososial di daerah rawan bencana lain di Indonesia. Selain pemulihan mental anak-anak, kapasitas guru dalam menangani situasi darurat akan meningkat, sehingga sekolah menjadi tempat aman dan mendukung pembelajaran pascabencana.

“Dengan dukungan profesional, guru dapat menjadi figur yang menenangkan dan membimbing siswa. Anak-anak akan belajar resilien, tidak hanya terhadap bencana alam, tetapi juga terhadap tantangan kehidupan sehari-hari,” tambah Anrilia.

Program Dukungan Psikososial ini merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dan HIMPSI dalam membangun ketahanan psikologis komunitas pascabencana, sekaligus memastikan bahwa pendidikan tetap berjalan dengan aman dan produktif di tengah tantangan pasca-gempa.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.